NalarSulut – Gelombang pemberhentian aparat desa di Desa Nuangan, Kecamatan Nuangan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), memicu sorotan publik.
Sejumlah perangkat desa diberhentikan secara mendadak, diduga karena dituding terlibat dalam politik praktis pada Pemilu 2024 lalu.
Salah satu aparat yang terdampak, Fandi Latukau, mengungkapkan kekecewaannya terhadap proses pemberhentian yang menurutnya tidak transparan dan terkesan sewenang-wenang. Fandi telah mengabdi sebagai Kepala Urusan (Kaur) Perencanaan dan Pembangunan selama dua tahun terakhir.
“Surat pemberhentian itu tiba-tiba disampaikan oleh Ketua RT pada pagi hari, tanpa ada konfirmasi atau komunikasi terlebih dahulu dari PJS Kepala Desa” ungkap Fandi saat diwawancarai pada Selasa, 08 April 2025.
Dalam surat pemberhentian tersebut, lanjut Fandi, disebutkan alasan bahwa para aparat desa yang diberhentikan dianggap terlibat dalam politik praktis pada tahun 2024. Padahal, menurutnya, tuduhan tersebut tidak memiliki dasar yang jelas dan tidak pernah dibuktikan secara hukum.
“Kalau memang kami dianggap terlibat dalam politik praktis, harusnya dari tahun lalu sudah ada proses klarifikasi atau teguran dari pihak yang berwenang, dalam hal ini Bawaslu. Tapi nyatanya tidak ada,” tegas Fandi.
Ia pun menjelaskan bahwa dirinya saat itu justru tercatat sebagai salah satu penyelenggara pemilu. “Saya terlibat sebagai penyelenggara. Dan kalau memang ada pelanggaran, tentu akan langsung diproses oleh Bawaslu. Ini tidak ada, tapi tiba-tiba kami diberhentikan dengan alasan seperti itu,” tambahnya.
Fandi menegaskan bahwa dirinya tidak mempermasalahkan hak dan kewenangan Kepala Desa dalam hal pemberhentian dan pengangkatan aparat desa. Namun, ia menekankan pentingnya prosedur yang sesuai dengan regulasi.
“Yang jadi soal bukan diberhentikannya, tapi caranya. Tidak ada komunikasi, tidak ada dasar hukum yang jelas. Ini rentan disalahartikan sebagai bentuk kesewenang-wenangan,” ujarnya.
Pemberhentian secara massal ini pun menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Banyak pihak menilai tindakan tersebut tidak mencerminkan tata kelola pemerintahan desa yang partisipatif dan berkeadilan.
Fandi berharap agar relasi antara Sangadi dan aparat desa tidak dibangun atas dasar kecurigaan dan ketegangan. “Desa akan maju kalau pemerintahannya solid dan bekerja bersama, bukan saling sikut apalagi dengan cara-cara intimidatif,” tegasnya.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Nuangan Ismail Makalalag, ikut memberikan komentarnya terkait kebijakan ini.
Ismail mengatakan bahwa dirinya sangat menyayangkan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah desa tersebut dalam hal ini PJS Kepala Desa Nuangan.
“Saya pribadi tentu menyayangkan kebijakan ini. Meskipun Kepala Desa memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan perangkat desa, namun kewenangan tersebut tidak mutlak. Prosesnya harus berdasarkan hasil musyawarah, termasuk dengan kami lembaga BPD,” ungkap Ismail, Selasa, 08 April 2025.
Akan tetapi lanjutnya, kebijakan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Nuangan tersebut dinilai tidak transparansi.
“Tidak ada transparansi, tidak ada musyawarah, tidak ada konfirmasi, sehingga saya menduga ini keputusan sepihak,” tutupnya.
Sementara itu, awak media telah berupaya menghubungi Kepala Desa Nuangan Muhsin Makalalag, melalui nomor WhatsApp +62 812-4327-XXXX untuk memperoleh informasi lebih lanjut namun nomor tersebut tidak aktif hingga berita ditayangkan. (*)
Penulis: Rinaldi Potabuga