NalarSulut—Hakim Arief Hidayat sidang pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia untuk, sengketa Pilkada Kabupaten Bolmong Selatan (Bolsel), merasa bingung dan akan sakit jiwa bila mengikuti petitum pemohon Arsalan-Hartina (Pasangan MADU) melalui kuasa hukumnya Fanly Katili CS.
Sebagaimana, dikatakan Arief dalam sidang panel 3 perkara 11/PHPU.BUP-XXIII/2025 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa 14 Januari 2025.
Dalam petitum atau tuntutan yang diajukan oleh kuasa hukum pasangan MADU, berdasarkan seluruh uraian sebagaimana tersebut di atas, pemohon memohon kepada MK untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya
2. Menyatakan tidak sah dan tidak mengikat keputusan KPU Bolsel nomor 560 tahun 2024 tentang penetapan hasil Pemilihan Bupati dan Wabup tahun 2024, tertanggal 1 Desember 2024.
3. Membatalkan putusan KPU Bolsel nomor 560 tahun 2024 tentang penetapan hasil Pemilihan Bupati dan Wabup tahun 2024, tertanggal 1 Desember tahun 2024, yang diumumkan pada hari Minggu pukul 18.00 WITA.
4. Memutuskan tidak sah dan batal H. Iskandar Kamaru dan Deddy Abdul Hamid, sebagai pasangan calon Bupati dan Wabup Bolsel yang terpilih dengan nomor urut 2.
5. Memerintahkan termohon (KPU Bolsel, red) untuk mendiskualifikasi dan mencabut hak pasangan nomor urut 2, sebagai calon peserta pasangan Bupati dan Wabup tahun 2024, dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Bupati dan Wabup, karena terbukti telah melakukan pelanggaran ketentuan Pilkada atau menyatakan KPU Bolsel melakukan pemilihan ulang, khususnya di Kecamatan Pinolosian, Kecamatan Posigadan, Kecamatan Pinolosian Timur, kecamatan Helumo dan kecamatan Pinolosian Tengah. Dan selanjutnya dalam waktu selambat-lambatnya dua bulan sejak putusan MK ini ditetapkan.
6. Menetapkan perolehan suara hasil pemilihan calon Bupati dan Wabup dalam keputusan KPU nomor 560 tahun 2024 tentang hasil pemilihan Bupati dan Wabup Bolsel yang benar menurut pemohon sebagai berikut:
Pasangan Arsalan-Badu memperoleh suara 33.356, sedangkan pasangan Iskandar-Deddy 14.105 suara, dengan total suara 47.461.
Hakim Enny Nurbaningsih, menanyakan soal di petitum ada Posigadan, tetapi dalam Posita, saya cari Posigadan tidak ada.
“Posigadan itu terjadi peristiwa apa yang Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) disana ad bukti apa?,” tanya hakim.
“Pembagian tas itu menyebar disemua Kecamatan, ada semua buktinya kami bawa,” jawab kuasa hukum pasangan MADU.
Kemudian, tanya hakim Enny lagi, di Pinolosian itu Desa Torosik, Kecamatan Pinolosian Timur itu desanya Dumagin, ini semua satu desa saja.
“Adakah bukti perolehan suara?,” tanya hakim Enny lagi.
“Dalam gugatan ini kami tidak cantumkan,” jawab kuasa hukum.
Ditempat yang sama, hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan petitum terdiri dari dua sifatnya alternatif.
Lanjut Arief, petitum yang pertama mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya dan nomor duanya menyatakan tidak sah, membatalkan putusan KPU, memutuskan tidak sah, dan memerintahkan termohon mendiskualifikasi.
“Untuk petitum bagian pertama itu tidak minta PSU atau apa, berarti selesai iyakan. Kemudian petitum alternatif yang kedua menyatakan KPU melakukan pemilihan suara ulang.”
“Lalu, keduanya menetapkan perolehan suara, belum dipilih sudah ditetapkan suaranya. Untuk pasangan nomor satu sekian dan pasangan nomor 2 sekian,” tambah dia.
Lanjut yang ketiga memerintahkan termohon untuk mendiskualifikasi.
“Disuruh PSU, disuruh tetapkan suaranya, dan abis itu disuruh mendiskualifikasi, gimana jadinya petitum begini ini. Ini Mahkamah jadi bingung, Mahkamah hakimnya bisa sakit jiwa semuanya kalau mengikuti petitum ini kan, iya kan.”
“Jadi, petitum itu baca betul pada waktu para hakim, petugas. Ikut Bimtek enggak?,” tanya Arief.
“Belum,” jawab kuasa hukum pasangan Arsalan-Badu.
“Oh yah sudah, tapi bisa baca PMK, itu PMK bagaimana urutan-urutannya petitumnya?,” tanya lagi Arief.
“Siap,” jawab kuasa hukum lagi. (*)