NalarSulut—Hidup tanpa sosok ayah sejak usia belia bukanlah perkara mudah. Namun, bagi Edwin Paputungan, pemuda asal Desa Tobayagan Selatan, Kecamatan Pinolosian Tengah, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), kehilangan dan keterbatasan justru menjadi bara yang menyalakan semangatnya.
Edwin lahir pada 15 Oktober 2003 dari keluarga sederhana. Ayahnya meninggal dunia ketika ia masih duduk di bangku kelas VI SD. Sejak saat itu, ibunya menjadi tulang punggung keluarga, bekerja sebagai penjual sayur demi menghidupi anak-anaknya.
“Almarhum ayah meninggal dunia saat saya masih kelas VI. Sejak itu, ibu yang harus berjuang sendiri,” kenang Edwin saat ditemui, belum lama ini.
Memutus Rantai Keterbatasan
Di tengah kondisi ekonomi yang pas-pasan, Edwin menyadari satu hal: tidak ada satu pun dari saudara-saudaranya yang melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Ia pun meneguhkan tekad untuk memutus rantai itu dengan menjadi yang pertama dalam keluarga menempuh jalur akademik.
“Sejak kecil saya sudah bertekad, saya harus kuliah. Biar saya jadi yang pertama, walaupun jalannya berat,” katanya.
Kini, ia tercatat sebagai mahasiswa semester III Program Studi Sistem Informasi di STIMIK Multikom Kotamobagu. Baginya, pendidikan adalah satu-satunya warisan yang bisa mengangkat martabat keluarga.
Lajur Organisasi, Restu Ibu dan Jalan Berliku
Tak berhenti di ruang kelas, Edwin juga merintis jalan di dunia organisasi. Ia resmi dilantik sebagai Ketua Umum Kerukunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Bolaang Mongondow Selatan (KPMIBMS) Cabang Kotamobagu periode 2025–2027, sekaligus dipercaya menjabat Ketua Kaderisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bolaang Mongondow.
Posisi itu membuatnya berhadapan dengan berbagai tantangan kepemimpinan. Namun Edwin yakin, organisasi adalah sekolah kedua yang menempanya.
“Organisasi melatih saya soal integritas, soal keberanian bicara, soal bagaimana memimpin dan melayani,” ujarnya.
Edwin tak menutup-nutupi bahwa perjalanannya penuh perdebatan, bahkan dengan ibunya sendiri. Sang ibu sempat berharap ia segera bekerja untuk membantu keluarga, bukannya berlama-lama kuliah. Namun, Edwin berpegang pada keyakinan bahwa jalan pendidikan adalah jalan menuju kemerdekaan sejati.
“Kalau kita berhenti di tengah jalan hanya karena keadaan sulit, maka tidak ada yang berubah. Tapi kalau kita terus melangkah, sekecil apapun, pasti akan ada perubahan,” tuturnya mantap.
Mimpi yang Lebih Besar, Inspirasi dari Tobayagan Selatan
Bagi Edwin, pendidikan bukan semata soal dirinya. Ia ingin membuka jalan bagi generasi muda desa agar berani bermimpi lebih tinggi. Ia ingin membuktikan bahwa lahir dari keluarga sederhana bukanlah alasan untuk menyerah.
“Pendidikan adalah senjata untuk mengubah masa depan. Saya ingin anak-anak muda di desa juga percaya itu,” ucapnya.
Kini, kisah Edwin menjadi inspirasi bagi banyak pemuda desa. Dari Tobayagan Selatan, ia merajut asa dengan keteguhan hati, membuktikan bahwa keterbatasan bukan penghalang, melainkan titik awal untuk melompat lebih jauh. (Rinaldi Potabuga)