NalarSulut—Dunia hukum di Indonesia tengah menjadi sorotan publik, pasca Warga Negara Asing (WNA) Yu Hao (49) asal China divonis bebas oleh Pengadilan Tinggi Pontianak.
Keputusan itu, justru membuat publik bertanya-tanya. Wakil ketua pengadilan tinggi Pontianak Isnurul Syamsul Arif selaku ketua majelis hakim pun jadi incaran publik.
Pasalnya, Isnurul ialah sosok hakim ketua dalam putusan pengadilan tinggi Pontianak dalam banding terdakwa Yu Hao.
Sebelumnya, terdakwa Yu Hao dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Ketapang nomor 332/Pid.Sus/2024/PN Ktp tertanggal 10 Oktober 2024 yang menjatuhkan vonis pidana penjara 3,5 tahun dan denda Rp30 miliar.
Yu Hao merupakan terdakwa kasus pertambangan ilegal dengan merugikan negara Rp. 1,02 Triliun, dari hilangnya cadangan emas sebanyak 774,27 kg dan perak 937,7 kg di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Dengan kerugian yang fantastis dan bukti yang ada, malah Pengadilan Tinggi Pontianak menerima banding terdakwa dan divonis bebas Yu Hao.
Berdasarkan perkara banding nomor 464/PID.SUS/2024/PT PTK.
“Menerima permintaan banding dari terdakwa Yu Hao/penasehat hukumnya dan penuntut umum pada kejaksaan negeri Ketapang.”
“Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 332/Pid.Sus/2024/PN Ktp. Tertanggal 10 Oktober 2024 yang dimintakan banding tersebut,” bunyi putusan Banding tersebut, dikutip dari website resmi PT Pontianak, Sabtu 18 Januari 2025.
Bukan itu, saja majelis hakim juga memutuskan Yu Hao tidak bersalah.
“Menyatakan Terdakwa Yu Hao tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penambangan tanpa ijin sebagaimana dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum,” bunyi putusannya.
Hingga, hakim meminta Yu Hao divonis bebas dan pulihkan nama baiknya.
“Membebaskan terdakwa Yu Hao oleh karena itu dari dakwaan tersebut, Memulihkan hak terdakwa Yu Hao dalam kedudukan, kemampuan, harkat serta martabatnya,” bunyi putusannya lagi.
Reaksi Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial (KY) memberikan perhatian serius terhadap kasus-kasus yang menarik perhatian publik. KY juga membuka ruang bagi masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang dilakukan oleh majelis hakim dalam menangani perkara tertentu.
Juru Bicara KY, Mukti Fajar, menjelaskan bahwa pihaknya akan memproses laporan yang disampaikan publik, asalkan disertai dengan bukti pendukung yang valid. Proses penanganan laporan akan dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Publik dapat melaporkan apabila ada dugaan pelanggaran kode etik hakim disertai dengan bukti pendukung, sehingga nantinya laporan tersebut dapat ditindaklanjuti oleh KY sesuai prosedur yang ada,” ujar Mukti Fajar dalam keterangan persnya yang dikutip dari laman resmi KY, Kamis 16 Januari 2025. (*)