NalarSulut—Sengketa Pilkada Bolaang Monggondow (Bolmong) semakin menarik perhatian publik.
Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) bakal membaca putusan Dismissal sengketa Pilkada pada 4-5 Februari 2025 mendatang.
Dari informasi yang dirangkum putusan Dismissal ialah proses hakim meneliti, maupun memilah gugatan yang masuk ke persidangan di MK, dinilai layak untuk sidang lanjutan atau tidak.
Lantas bagaimana dengan sengketa Pilkada Bolmong 2024, apakah akan ke tahap selanjutnya atau gugur dalam putusan Dismissal nanti?.
Pandangan ahli hukum soal sengketa Pilkada Bolmong 2024
Jein Djauhari, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), Kota Kotamobagu, menuturkan berdasarkan Posita atau uraian dalil gugatan dari pemohon (pasangan nomor urut 1 Sukron Mamonto-Refly Stenly Ombuh) itu ada dua poin.
Pertama, katanya terkait dugaan pelanggaran administrasi dari Calon Bupati Nomor Urut 2, Yusra Alhabsyi yang tak mengundurkan diri dari posisi Anggota DPRD Sulawesi Utara periode 2024-2029.
Poin keduanya itu, pemohon mendalilkan politik uang yang diduga dilakukan pasangan calon nomor urut 3, Limi Mokodompit-Welty Komaling.
“Dua hal di atas memiliki konsekuensi, untuk dapat didiskualifikasi, kalau kemudian terbukti melanggar. Secara administrasi yah,” ungkap Jein, Jumat 31 Januari 2025.
Lanjutnya, untuk kasus pasangan nomor urut 2 sebenarnya, itu proses nya dalam sengketa proses, mengenai syarat calon dan itu sudah lewat.
“Nah, kalau yang many politik itu kan pidana. Kemudian prosesnya itu melalui sengketa proses juga. Dan tahapan sengketa proses juga itu sudah lewat. Nah, untuk Mahkamah Konstitusi itu sengketa hasil, beda tahapan prosesnya itu,” bebernya.
Dijabarkannya lagi, untuk kasus many politik itu harus memenuhi syarat Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM).
Lebih jauh, dia menilai terkait dengan dalil gugatan dengan tuntutan pemohon itu tidak berkesesuaian.
“Saya melihat agak kabur ini, antara posita dengan petitum pemohon, yang dimana dalam tuntutannya itu diminta didiskualifikasi pasangan nomor urut 2. Sementara pasangan nomor urut 3 yang didalilkan melanggar pidana many politik yang berkonsekuensi diskualifikasi calon, justru tidak diminta dalam petitum.”
“Malah dalam petitum meminta Pemilihan Suara Ulang (PSU), kemudian tidak diikut sertakan pasangan nomor urut 2, kan aneh itu, enggak jelas,” katanya.
Ditambahkannya, seandainya kalau saya jadi majelis hakim dalam proses persidangan Dismissal itu gugur tidak bisa dilanjutkan dalam persidangan pokok.
“Karena syarat formil dan materil itu tidak terpenuhi,” pungkasnya.
Kini, semua mata tertuju pada Mahkamah Konstitusi, yang akan menentukan apakah gugatan ini akan berlanjut ke tahap sidang pokok atau gugur dalam putusan Dismissal pada 4-5 Februari 2025.
Apakah sengketa ini akan mempengaruhi hasil Pilkada Bolmong? Jawabannya akan segera terungkap dalam putusan MK. (*)